Ada yang Nyatanya Susah Fokus, tapi bukan Gangguan

by Prudentia Kirana, M. Psi., Psikolog

 

“IPK 3,9 tapi kok susah fokus ke bacaan?”
“Kenapa sih kamu cepat banget pindah topik bicara? Belum
beres ngomong, udah pindah lagi”

 

Komentar-komentar ini mungkin bermaksud menegur, tapi bisa membuat kita resah. Semakin marak informasi mengenai rentang perhatian manusia yang semakin memendek dengan perkembangan teknologi. Keresahan diperparah dengan semakin banyak diagnosa gangguan atensi di anak-anak. Pasti kita akan bertanya-tanya, apakah kita juga memiliki gangguan atensi? Atau kita pun terpengaruh teknologi yang serba instan?
Jangan panik dulu! Penelitian menemukan bahwa ada banyak alasan mengapa seseorang mudah teralihkan. Bahkan ada kelompok orang tertentu yang sudah pasti mudah pindah fokusnya, tapi tidak gangguan atensi!


Kecerdasan di atas rata-rata
Rata-rata kecerdasan manusia ada di rentang 75-115, namun untuk mengetahui skor IQ akan dibutuhkan tes lama dan intens. Secara sederhana, orang cerdas dapat dicirikan cenderung cepat menyelesaikan beragam permasalahan sekaligus, menemukan solusi yang tidak lazim dan ketertarikan yang beragam. Hal ini dikarenakan otak manusia cerdas akan mampu menangkap, menyimpan dan mengelola informasi dengan lebih banyak dan beragam. Maka tidak aneh kalau untuk urusan kebiasaan sehari-hari akan dirasa membosankan dan tidak menarik bagi orang cerdas. Kasarnya seperti smartphone dengan kapasitasnya besar, dan hanya digunakan untuk fitur kalkulatornya saja. Pasti terasa tersia-sia dan biasa saja. Itu alasannya orang cerdas cenderung mudah teralihkan fokusnya. Mereka akan “mencari masalah” yang lebih menarik untuk diselesaikannya dan cepat berpindah kalau ada yang lebih menantang otaknya.


Keterampilan berbahasa lebih dari satu (bilingualism atau polilinguism)
Bahasa merupakan bagian komunikasi yang khas pada manusia. Bahasa dengan peraturan tata bahasa yang rumit, semakin sulit dikuasai dengan peraturan budaya setempat yang mengatur situasi kondisi yang “tepat” dalam bertutur kata.
Penguasaan satu bahasa akan membutuhkan keterampilan untuk mengenali arti kosa kata yang digunakan, memilah kata dan tata bahasa yang tepat untuk mengekspresikan maksud, dan pengendalian diri untuk tidak menyampaikan suatu hal ketika konteksnya tidak tepat. Jika bahasa yang dikuasai lebih dari satu, maka kepekaan akan setiap bahasa dan konteks berbahasa harus lebih tajam daripada menggunakan satu bahasa. Selain itu, orang yang menguasai lebih dari satu bahasa harus bisa cepat dan tepat mengubah semua cara berkomunikasinya ketika berpindah dari satu bahasa ke bahasa lain. Tentunya ini membutuhkan fleksibiltas berpikir yang bisa saja tidak disadari oleh orang-orang ini! Maka lazim saja orang-orang yang menguasai lebih dari satu bahasa akan cenderung mudah teralihkan fokusnya, karena otak mereka terlalu fleksibel dan terbiasa untuk berpindah-pindah.

Permasalahan perasaan (Kecemasan, Depresi, Gangguan Dukacita dsb.)
Pada umumnya, kita akan sangat sulit untuk berfokus pada suatu pekerjaan kalau kita sedang mengalami perasaan negatif. Ini dikarenakan otak kita sedang berusaha melindungi diri dari sumber perasaan negatif dengan cara mencari alternatif jalan keluarnya. Semisalnya, kalau kita salah menyimpan HP pasti akan berusaha mengingat-ingat di mana terakhir kali kita menggunakannya.
Sekarang bayangkan kalau kita khawatir atau sedih terus menerus, pastinya sulit sekali untuk berfokus pada hal yang bukan penyebab perasaan-perasaan tersebut. Itu yang dialami oleh orang-orang yang cemas, depresi dan gangguan duka cita. Dimana perasaan-perasaan negatif mereka menghentikan mereka untuk berpikir hal sederhana seperti menu makan siang atau kapan terakhir mandi.


Susah fokus tidak berarti gangguan atensi, tetapi ada banyak kemungkinan faktor penyebabnya
Pastinya kalau kamu tidak masuk ke dalam kategori di atas dan memang sudah mengalami gangguan atensi semenjak anak-anak, cari lah profesional untuk bantuan lebih lanjut!

 

Referensi
Bialystok, E., & Craik, F. I. (2022). How does bilingualism modify cognitive function? Attention to the mechanism. Psychonomic bulletin & review, 29(4), 1246-1269.
Draheim, C., Tsukahara, J. S., Martin, J. D., Mashburn, C. A., & Engle, R. W. (2021). A toolbox approach to improving the measurement of attention control.
Journal of Experimental Psychology: General, 150(2), 242.
Warren, S. L., Heller, W., & Miller, G. A. (2021). The structure of executive dysfunction in depression and anxiety.
Journal of affective disorders, 279, 208-216

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *