Ketika Hobi Jadi Ketergantungan: Memahami Adiksi Perilaku

by Annisa Kusindriani, M.Psi., Psikolog

 

Saat mendengar kata adiksi, mungkin yang terbayang di pikiran kita adalah rokok, alkohol, atau narkoba. Namun, para ahli ilmu perilaku meyakini bahwa semua hal yang mampu menstimulasi seseorang dapat bersifat adiktif, termasuk aktivitas sehari-hari yang terlihat “normal” atau bahkan hobi, seperti bermain game, menggunakan media sosial atau internet, berbelanja, berolahraga, makan, bekerja, hubungan cinta, dan seks. Fenomena ini disebut dengan adiksi perilaku atau behavioral addiction.

 

Apa itu adiksi perilaku?

Secara sederhana, adiksi perilaku adalah kondisi ketika sebuah aktivitas yang awalnya menyenangkan berubah menjadi kebutuhan yang sulit dikendalikan, ​​bahkan sampai mengorbankan kesehatan dan kesejahteraan jangka panjang. Misalnya, seseorang yang awalnya menggunakan media sosial hanya untuk mengisi waktu luang, lama-lama merasa tidak tenang jika tidak menggunakannya, bahkan rela begadang atau mengorbankan pekerjaan.

Gejala adiksi perilaku hampir mirip dengan adiksi zat, diantaranya:

  • Kesulitan mengendalikan perilaku meskipun memiliki keinginan atau niat untuk berhenti atau menguranginya.
  • Menghabiskan waktu berlebihan untuk memikirkan perilaku tersebut atau merencanakan untuk melakukannya.
  • Ada rasa ingin terus menambah durasi atau intensitas melakukan perilaku tersebut demi mencapai efek yang diinginkan.
  • Tetap melanjutkan perilaku walaupun sudah menimbulkan dampak buruk (misalnya kerugian fisik, psikologis, atau sosial).
  • Perilaku tersebut secara signifikan mengganggu fungsi harian di bidang penting seperti pekerjaan, hubungan, atau kesehatan.

Bedanya, pada adiksi zat tubuh bereaksi secara fisik terhadap bahan kimia yang dikonsumsi, sehingga dapat membuat ketagihan. Pada adiksi perilaku, yang membuat ketagihan adalah sensasi, emosi, dan pengalaman dari aktivitas itu sendiri, misalnya sensasi “senang” saat menang main game atau rasa “lega” ketika berbelanja.

Mengapa bisa terjadi?

Ada beberapa faktor yang membuat seseorang dapat mengalami adiksi perilaku:

  • Mekanisme neurobiologis: Otak memiliki sistem “reward” yang mengatur rasa senang. Saat kita melakukan hal yang menyenangkan, otak melepaskan dopamin (zat yang membuat kita merasa senang). Dopamin inilah yang membuat kita merasa puas dan ingin mengulanginya lagi.
  • Psikologis: Kesulitan mengelola emosi, seperti cemas, stres, atau depresi, membuat perilaku atau aktivitas tertentu jadi pelarian.
  • Faktor sosial dan lingkungan: Pengaruh teman sebaya, norma sosial, serta era modern yang membuat mudahnya akses ke segala hal, termasuk perilaku adiktif (misalnya kemudahan mengakses platform media sosial, situs judi, dll).

Apa Dampaknya?

Sama seperti adiksi zat, adiksi perilaku bisa menimbulkan dampak yang serius:

  • Penurunan produktivitas dan prestasi akademik atau kinerja.
  • Masalah relasi dengan keluarga, teman, atau pasangan.
  • Gejala psikologis seperti mood tidak stabil, cemas, depresi, agresi, hingga isolasi sosial.
  • Gangguan pola tidur, pola makan, hingga kesehatan fisik.
  • Masalah finansial, termasuk hutang.

Bagaimana Mengatasinya?

Adiksi perilaku bisa diatasi dengan cara-cara yang mirip dengan Adiksi zat:

  • Terapi Kognitif-Perilaku (CBT) untuk membantu mengubah pola pikir dan perilaku berulang.
  • Pendekatan Mindfulness, melatih kesadaran terhadap dorongan adiktif dan belajar mengelolanya.
  • Dukungan sosial dari keluarga, teman, atau komunitas.
  • Pengobatan tertentu (farmakoterapi) yang dapat membantu mengurangi dorongan dan impulsivitas.

Selain itu, pencegahan juga hal yang sangat penting. Adiksi perilaku bisa dialami siapa saja, dari segala usia. Edukasi sejak dini dan kesadaran diri perlu ditingkatkan. Memahami tanda-tandanya sejak awal adalah langkah penting agar kita bisa mencegah adiksi perilaku dan menjaga keseimbangan hidup.

Segala sesuatu yang berlebihan tidak baik.”

Menikmati hobi dan hal yang disenangi tentu boleh, tapi jika sudah mengganggu kesehatan, relasi, dan produktivitas, yuk cari bantuan profesional.

 

Sumber:

Thakur, P., & Kashyap, S. S. (2025). Behavioral addiction: A review of current understanding and emerging perspectives. Zeichen Journal, 11(1), 1–14.

Alavi, S. S., Ferdosi, M., Jannatifard, F., Eslami, M., Alaghemandan, H., & Setare, M. (2012). Behavioral addiction versus substance addiction: Correspondence of psychiatric and psychological views. International Journal of Preventive Medicine, 3(4), 290–294.

 

 

 

 

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *